Fleet Foxes
Kesederhanaan dan Harmonisasi Alam Semesta.
Seattle dan kawanan seattle sound nya yang melegenda di era 90an, sebut saja nirvana dan pearljam, rasanya sangat menyesal karena tidak mengikuti musik mereka dari dulu, (saya masih mendengar Godbless, Gong 2000, dan Dream Theater sampai 2004, Tarakan emang keras kepala seperti batu), tapi paling tidak, saya mendengarkannya sekarang, tidak ada kata terlambat bukan. Kota terbesar di wilayah Timur laut pasifik Amerika dan terletak di negara bagian washington antara puget sound dan danau washington. Tenang aja, saya tidak akan membahas grunge dan kota ini. Ini tentang Fleet Foxes, Robin Pecknold, kesederhanaan, dan kejatuhcintaan saya akan karya mereka.
Menurut wikipedia, Fleet foxes baru aktif sekitar tahun 2006, dan bertepatan dengan rilis EP pertama mereka (self titled) dalam format CD-R dan dirilis sendiri oleh Fleet foxes dibantu oleh teman keluarga Robin Pecknold, Phil Ek sebagai produser. Mungkin lebih tepatnya EP pertama mereka sebagai demo untuk menawarkan diri ke label rekaman. Lalu di 2008 EP kedua Sun Giant dirilis, kali ini dirilis oleh Bella Union dan Sub Pop. Kedua label ini mungkin bisa saja sangat berjasa bagi Fleet Foxes. Eksistensi dari kedua label tadi sudah sangat diakui, Bella Union yang juga merilis Cocteau Twins dan Eksplosions in the sky, kemudian, Sub Pop dengan rilisan berbahaya dari list band yang juga berbahaya, Nirvana, Soundgarden, Foals, The Postal Service, Sonic youth, ya ampun banyak deh ini. Kemudian di 2008 Full yang (lagi) diberi judul nama mereka sendiri dirilis dengan format CD dan Vinyl, Selang 3 tahun, mereka merilis Helplessness Blues. Cukup tentang bahasan discography.
Semua serba kebetulan, gak sengaja baca Rolling Stone Indonesia, saya menemukan review album Fleet Foxes dengan rating sempurna, ya, saya tidak pernah sepenasaran ini awalnya, tp ini review dengan rating 5 bintang, apa-apaan ini. Malamnya pun saya langsung bergegas kewarnet, ya saya download, tentunya saya tidak mau rugi ketika harus membeli cd padahal musiknya tidak saya suka. Maka saya memutuskan untuk mendownloadnya. Begitu pertama kali mendengarnya, musik mereka belum begitu masuk difikiran, dua sampai tiga track rasanya masih belum ada ikatan antara penggiat dan pendengar. Akhirnya saya simpan, di folder MUSIK JAHAT bagian Manca. Beberapa hari setelah itu, pacar saya berulang kali memutar track White Winter Hymnal terus menerus, dari sini mulai ada gaya tarik menarik, pacar saya emang beberapa kali melakukan hal seperti ini kepada saya tanpa saya sadari, dan saya pikir, musik berkelas adalah musik yang "tidak" gampang dicerna, kamu harus membuang sedikit waktumu, memberikan pengorbanan telinga, fikiran, dan rasa untuk bisa terlibat langsung dalam sebuah karya, tapi ya terserah, semua bebas dan punya cara sendiri untuk menikmatinya. Entah saya sedang berada dimana, Seketika hanyut dalam mahakarya mereka, seketika saya berada di antara lembah dan pegunungan dengan suhu dingin dengan kopi hitam pekat yang sangat panas yang juga merupakan penolongmu dari rasa dingin, dan seketika lagi saya berada di perkebunan gandum bersama para pekerja dan domba peliharaan dengan bulu yang sangat indah. Semua tentang romantisme semesta yang bisa didapat ketika dialog dan intonasi Robin Pecknold bernyanyi. Penuh kedamaian, kenyamanan, dan kenyataan. Inilah tokoh intelektual dibalik proses kreatif Fleet foxes. Sosok yang suka menyendiri ini adalah sosok yang rendah hati dan demokratis, Hampir menulis seluruh lagu Fleet Foxes dan tidak pernah keberatan jika lagunya dirubah arahnya oleh personil lainnya sampai lagunya bener - bener berubah dari versi yang pertama kali dia tulis. Saya fikir inilah sebuah band yang utuh, seperti Radiohead yang setiap albumnya tidak pernah sama konsep bermusiknya, personil bebas bebuat apa saja selama kalian terlibat dalam sebuah proses kreatif bersama-sama, teruslah berkompromi karna proses kreatif melahirkan sebuah mahakarya dengan orang-orang yang tulus berkesenian. Robin pecknold memiliki sahabat yang sangat pemalu juga di waktu SMA, Skyler Skjelset. Mereka berdua akhirnya yang membentuk Fleet foxes, sosok yang sama-sama pemalu namun memiliki keinginan dan semangat untuk bermusik. Robin Pecknold merupakan vokalis dengan tampilan religius, brewok, kemeja flannel dan senjata gitar akustik, tentunya bersuara cemerlang. Ketika saya mendengarnya detail menggunakan headphone yang lumayan mahal, saya merasakan ini luar biasa, emosi seperti ingus yang naik turun, saya sangat salut ketika seorang musisi dan karyanya bisa memainkan dua emosi yang berbeda dalam setiap karya, terutama dalam sebuah lagu yang maksimal berdurasi sekitar 5 sampai 7 menit. Ini penuh semangat, dan penuh dengan kebahagiaan. Saya bahagia ya benar-benar bahagia mendengar sebuah mahakarya.
Cover full album mereka "Fleet Foxes" merupakan replika lukisan dari Pieter Bruegel the Elder yang berjudul "The Blue Cloak", dan lukisan ini dibuat di tahun 1559. Irama folk dan komponen tradisional amerika, terkadang unsur psydhelic juga ikut menghiasi track demi tracknya. Fleet foxes membawa saya pada keharmonisan semesta dengan puisi indah nan puitis, Menikmati api unggun dengan orang tersayang, mempersilahkan menikmati sajian teh hangat beraroma melati, menikmati senyum tulus dari orang yang lewat dan menyapamu dengan mesra, tentang pegunungan, hangatnya sinar matahari, dan hutan hujan dengan kelembapannya yang terjaga. Mereka memainkan peranan dengan baik sebagai pencipta suasana yang harmonis. Olah vokal dalam mini choir yang mereka bangun sejak awal semakin melengkapi kisah petualangan saya bersama alam semesta. Lagi-lagi Robin Pecknold menjadi barisan paling didepan dalam menciptakan situasi ini, dengan reverb tipis yang terus mengikuti setiap akhiran kata-katanyanya. dan arensmen sederhana, saya yakin tidak ada yang terlalu menonjol disini, dari segi musikalitas mereka menjalankan peran sesuai dengan porsinya masing-masing, Fleet Foxes hanya butuh ke ikhlasan dan ketulusan untuk membuat mahakarya seperti ini, dan saya ikut merasakan apa yang mereka ihklaskan. Dan satu keyakinan yang saya dapatkan sejak pertama kali mendengarkan Fleet Foxes adalah Semua yang berasal dari kejujuran rasanya akan selalu dirindukan, seperti saya selalu merindukan mahakarya mereka tiap detiknya. (ydstrprmn)
Post a Comment